Kena Tilang di Jalan Soekarno-Hatta Bandung

Perjalanan
Kamis siang saya memperoleh kabar dari salah satu teman SMA, bahwa ia sedang berada di daerah riung bandung karena sedang mengunjungi rumah pamanya disana. Hingga akhirnya, hari itu ia mengajak saya bertemu di gedung Polda Bandung untuk kemudian pergi bersama mengenal salah satu tempat wisata di daerah Bandung. Sahabat saya ini terkait cukup erat dengan istilah polisi. Paman dia yang berada di daerah tersebut merupakan salah satu anggota kepolisian yang entah saya tidak tahu di bagian apa. Sedangkan ayahnya merupakan salah satu pejabat kepolisian di daerah Indramayu. Baca :
Berkunjung Ke Bukit Keraton di Dago Bandung

Sekitar pukul 13.15 WIB saya berangkat dari tempat saya tinggal di kawasan setiabudhi menuju Polda bandung seperti yang dijanjikan. Saya sendiri saat itu tidak mengetahui lokasi pasti dari gedung Polda, karena saya tahu saat itu hanyalah bahwa gedung tersebut berada di jalan soekarno-hatta. Maklum, browsing lancar namun google maps loading minta ampun. Sedangkan tentu anda tahu bahwa jalan soekarno-hatta di kota bandung sangatlah panjang, membentang dari cibiru hingga ke cimahi. Bertanya kepada orang-orang di sekitar setiabudhi dan sepanjang jalan menuju ke Istana plaza (jalan pasirkaliki) hanya menghasilkan nol besar, hingga akhirnya saya bertanya kepada salah satu petugas kepolisian yang sedang bertugas mengatur lalu lintas di depan istana plaza.

Nah, bagi anda yang tidak mengetahui dimana Polda Bandung. Polda Bandung ini berada di sekitar (antara) gedebage dan cibiru. Beralamat di jalan Soekarno-Hatta  No. 748 Bandung. Berikut adalah lokasinya jika dilihat melalui google maps.
Peta Menuju Polda Bandung
Peta Menuju Polda Bandung
Semuanya baik-baik saja sampai saya tiba dan bertemu dengan teman saya di Polda Bandung. Dia datang dengan anggun seperti gadis baik-baik pada umumnya. Mengenakan baju hitam, celana dan helm berwarna putih kehitaman, serta sepatu/sandal yang sebenarnya kurang cocok dengan perjalanan yang akan ditempuh.

Di Tilang Karena tidak mengetahui Masuk jalur Cepat
Beberapa menit perjalanan setelah dari polda, tepatnya setelah lampu merah pertama, saya mengikuti sebuah mobil yang berjalan cukup pelan di depan saya. Saat itu sebenarnya saya merasa curiga, karena semua pengendara sepeda motor mengambil jalur sebelah kiri. Namun karena saya tidak melihat rambu apapun yang melarang pengendara sepeda motor berada di jalur tersebut serta seringnya pengendara sepeda motor berada di lajur kiri maupun kanan, maka saya cuek saja bahkan ketika ada dua orang polisi mengatur lalu lintas dari arah lain yang ingin memutar arah. Sampai akhirnya begitulah yang terjadi.

Seperti polisi pada umumnya, mereka meminta saya menunjukan SIM dan STNK, menepikan sepeda motor yang saya miliki, kemudian mengajak saya menuju ke pos polisi tanpa menjelaskan cukup detail terlebih dahulu pelanggaran apa yang telah saya lakukan. Saya dan sahabat saya hanya bisa mengikuti dari belakang, masih dalam harapan bahwa tidak akan terjadi ada apa-apa disini (harapan kosong).

Cuaca hari itu tampak mendung dan kami sedang terburu-buru karena hari sudah menunjukan setengah tiga sore. Maka hari itu saya memilih untuk tidak banyak bicara agar bisa segera pergi dan melanjutkan perjalanan dengan membawa Surat Tilang berwarna merah yang sudah menjadi bagian akrab dalam diri saya.
Baca Juga : Pengalaman Sidang Tilang Di jalan Riau Bandung

Tawaran Mengajak Damai 
Polisi adalah sebuah pekerjaan. Sama halnya seperti Hakim, Guru, Perawat, Dokter, Tukang parkir maupun pekerjaan lainnya. Di bagian dalam mereka tetaplah manusia seperti halnya diri kita yang memiliki potensi untuk berbuat baik dan buruk.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa polisi lalu lintas republik indonesia (sebagian) lebih menyukai jalur damai daripada memberikan surat tilang berwarna merah atau biru. Hal ini juga terbukti dengan pengalaman saya bertemu dan berhadapan dengan situasi seperti ini (situasi di tilang). Dari empat kali kejadian yang saya alami, tiga diantaranya polisi lalu lintas menawarkan diri untuk jalur damai. Hal ini sebenarnya wajar, karena dari sumber yang saya peroleh. Jika dilihat dari uang yang diperoleh antara memberi surat tilang atau jalur damai, jalur damai memberikan uang yang lebih banyak dari pada uang komisi memberikan penilangan. Dari komisi memberikan penilangan, mereka hanya mendapat bagian sekian persen saja (lupa berapa persen ; antara 1 - 10 persen) dari orang yang mereka tilang. Itupun jika mereka bisa menunjukan bukti kepada pejabat terkait berupa surat tilang yang mereka pegang.

Nah, di hari itu, kebetulan polisi yang saya temui merupakan salah satu polisi yang lebih suka menawarkan jalur damai.  Kurang lebih seperti berikut dialog yang terjadi antara saya dan pak polisi di Pos Polisi soekarno-Hatta. Polisi (P), Saya (S). Kebetulan teman saya (TS) saat itu tidak berbicara sama sekali di pos polisi.

P : "Jadi, bagaimana... ? mau ditilang atau gimana?" (Kode)
S : "Ya udah pak, ditilang saja"
P : "Sudah pernah di tilang memang?"
S : "Sering Pak."
P : "Biasanya kalau di pengadilan kena berapa?"
S : "Saya biasanya kena Empat puluh ribu, pak "
P : "Ya sudah, mau di samain segitu aja disini atau mau bagaimana..?"
S : "Eu.. di tilang saja deh pak" (hening) "Eh, kalau ditilang, nanti sidangnya dimana ya pak?"
P : "Di jalan Riau"

Sebenarnya saya juga bukanlah orang yang idealis. Hanya saja jika terkait dengan hal suap menyuap. Saya selalu berusaha menghindarinya. Entah kenapa kalimat yang sering saya dengar sejak kecil yang mengatakan bahwa "keduanya, yang disuap dan menyuap. Neraka". Meskipun saya yakin, pasti neraka disana sebenarnya merupakan kalimat pengganti dari "sekedar dosa". Namun, Ditambah lagi dengan caruk marut indonesia karena pejabat-pejabat yang korupsi membuat saya sangat membenci korupsi. Sehingga saat kesempatan untuk polisi korupsi itu muncul di depan saya, saya sangat tidak ingin menjadi bagian dari pendukungnya.

Polisi tersebut menuliskan beberapa huruf pada kertas merah seperti yang seharusnya. Hingga akhirnya dia mencoba bertanya kembali.

P : "Lagi bawa berapa? gak bawa uang sama sekali memang?"
S : "iya"

Entah kenapa saya jawab iya di hari itu, padahal sebenarnya kebetulan saya membawa lebih dari cukup. Jika di ingat kembali saya ingin sekali mengucapkan atau menjelaskan ideologi saya tentang keengganan saya untuk suap menyuap.

Bukti Surat Tilang dan Detail Waktu
Semua peristiwa tersebut terjadi pada awal bulan maret 2015 sekitar pukul setengah tiga sore. Sehingga saya harus mengikuti sidang tilang di pengadilan negeri pada Hari jumat tanggal 27 Maret 2015. Berikut adalah Gambar surat tilang yang saya peroleh di hari itu.
Baca Juga : Pengalaman Sidang Tilang Di jalan Riau Bandung

Contoh Surat Tilang Merah
Contoh Surat Tilang Merah
Kesalahan saya hari itu adalah karena saya menggunakan lajur kanan yang merupakan jalur cepat. Sehingga saya dikenakan pasal 287 tentang rambu-rambu. Rambu-rambu yang menjelaskan hal tersebut tidak terlalu banyak ditemui, namun bisa kita tengok dengan tulisan yang kurang lebih bermakna "angkot dan sepeda motor lewat jalur kiri".

2 Responses to "Kena Tilang di Jalan Soekarno-Hatta Bandung"

  1. Asslamualaikum..mau tanya kalau ditilang dijalan soekarnohata sidang nya dimna ya kang

    ReplyDelete